PJPK di Awal Era BPJS
Oleh: Agustinus Surianto Himawan
Masalah kesehatan dan pendidikan merupakan dua hal penting bagi pembangunan manusia Indonesia. Maka seharusnyalah mendapat prioritas utama dalam perencanaan keuangan negara. Dalam RAPBN 2015 yang disampaikan Presiden SBY pada 15 Agustus 2014 di hadapan Sidang Paripurna DPR-RI, total belanja negara diperkirakan mencapai 2000 triliun.
Dalam mata anggaran RAPBN 2015 terlihat ada 7 sektor penting yang mendapat anggaran cukup besar, yaitu Pertahanan 95 triliun, PU 74 triliun, Pendidikan 67,2 triliun, Agama 50,5 triliun, Kesehatan 47,4 triliun, Polri 47,2 triliun, dan Perhubungan 44,6 triliun, yang kalau ditotal menjadi 426 triliun, atau hanya 21,3% dari total belanja negara.
Coba bandingkan dengan belanja negara untuk subsidi yang totalnya mencapai 433,5 triliun, dimana jumlah terbesar digunakan untuk subsidi energi 363,5 triliun dan sisanya sebesar 70 triliun untuk berbagai subsidi. Lantas kita bisa bertanya, siapa yang menikmati subsidi energi terbesar dari kue APBN itu? Atau bandingkan juga dengan anggaran yang diserap untuk keperluan gaji pegawai negeri sebesar 263,9 triliun. Lalu lanjutkan dengan pertanyaan, sebesar apa produktivitas para abdi negara ini dalam melayani kepentingan rakyat yang telah menyokong pendapatan negara melalui pajak yang untuk tahun 2015 nanti mencapai 78% itu?
Beban hidup yang berat harus dipikul oleh sebagian besar masyarakat. Kenaikan gaji setiap tahun tak mampu mengimbangi kenaikan harga berbagai kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan untuk sekedar kebutuhan pangan dan sandang sekali pun. Bagaimana dengan kebutuhan “papan”? Harga tanah yang melambung, kredit perumahan dengan bunga mencekik leher, makna rumah yang seharusnya untuk “kebutuhan hidup nyaman” digeser menjadi “rumah untuk investasi”, hanyalah beberapa hal dari kebijaksanaan pembangunan yang tidak tepat yang membawa kesengsaraan bagi banyak warga masyarakat, apalagi yang berpenghasilan pas-pasan.
Indonesia di Era MDG’s
Deklarasi Millenium Development Goals (MDG’s) yang disepakati oleh 189 kepala negara dalam Sidang PBB September 2000 menargetkan tahun 2015 sebagai batas pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (TPM/MDGs). Jadi, tersisa setahun lagi bagi Indonesia untuk ngebut merealisasikan program-program pengentasan kemiskinan, kesempatan memperoleh pendidikan yang memadai dan merata, mewujudkan masyarakat sehat (akses air bersih, akses pengobatan, menurunkan angka kematian balita dan ibu melahirkan, dan lain-lain), yang semuanya terarah pada pembentukan manusia-manusia berkualitas. Kalau realisasi MDG’s dapat berjalan dengan cepat dan baik, maka kesempatan untuk menikmati bonus demografi bagi Indonesia bukanlah hal yang mustahil. Bonus demografi akan dinikmati bangsa kita sebagai berkat, bukan sebagai beban.
Berkaitan dengan batas pencapaian TPM/MDGs, maka program BPJS yang mulai diberlakukan di Indonesia pada awal 2014 diharapkan dapat memudahkan masyarakat mendapatkan akses kesehatan secara menyeluruh dan merata, tanpa pengecualian, dalam sebuah sistem nasional yang dikelola oleh negara. Pada tahap awal, setiap orang dapat mendaftarkan diri ikut serta dalam program BPJS-Kesehatan dengan membayar premi tertentu yang ditetapkan sesuai pilihan kelas perawatannya. Bagi yang tak mampu premi akan ditanggung negara. Kepesertaan bisa secara pribadi, bisa juga melalui perusahaan/lembaga.
PJPK Merintis Semangat Solidaritas
Seperempat abad yang lalu, Badan Pelayanan PJPK Sint Carolus (disingkat Bapel PJPK) didirikan untuk memberi kemudahan bagi para anggotanya dalam memperoleh pengobatan. Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (PJPK) merupakan pilot project dari Depkes RI dalam mengembangkan sistem pemeliharaan kesehatan dengan memberikan pelayanan kesehatan paripurna, efektif dan efisien. Cikal bakal PJPK adalah Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM), yang digagas pada tahun 1984 oleh para pengurus Perhimpunan Sint Carolus untuk keperluan intern para karyawan dan keluarganya. Kegiatan dan pelayanannya semakin berkembang. Kepercayaan dari masyarakat dan pemerintah juga semakin bertambah.
BP PJPK St. Carolus mengusung idealisme untuk “Menjadi lembaga terkemuka di bidang pemeliharaan kesehatan masyarakat demi mewujudkan masyarakat sehat mandiri.” Lalu berbagai kegiatan dan keja sama dengan berbagai pengampu kepentingan di bidang kesehatan mereka berusaha menawarkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta pendidikan formal dan non formal tenaga kesehatan masyarakat.
BP PJPK St. Carolus dalam kenyataannya harus bersaing dengan berbagai “perusahaan” yang menawarkan fasilitas pemeliharaan kesehatan, yang hampir sebagian besar berorientasi pada bisnis asuransi. Kiprahya hanya terdengar sayup-sayup di tengah ingar-bingar promosi jor-joran aneka “perusahaan” asuransi kesehatan, yang menawarkan aneka janji surgawi bagi banyak masyarakat yang megap-megap didera mahalnya biasa berobat. Bahkan nyaris putus asa.
Sebagai sebuah lembaga karya milik KWI, OBOR turut bertanggungjawab memikirkan pula “nasib” para karyawan beserta keluarganya. Perencanaan keuangan diatur dan disiasati sedemikian rupa agar persoalan sakit dan berobat ada jalan keluar terbaiknya. Memang tak mudah, mulai dari dikelola sendiri, lalu bekerja sama dengan aneka perusahaan asuransi kesehatan. Bukan satu-dua tahun, tetapi puluhan tahun lamanya.
Kerja sama OBOR dengan PJPK St. Carolus baru dimulai pada tahun 2012. Masih balita. Baru saling belajar memahami. Puji Tuhan, semua berjalan dengan baik dan lancar. Informasi dan keterbukaan dalam semangat pelayanan menjadi landasan yang memudahkan bagi para karyawan OBOR beserta keluarganya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Sakit, apalagi harus dirawat di RS, adalah hal yang tidak mengenakkan bagi siapa saja. Namun dengan pengalaman 25 tahun telah menjadikan PJPK St. Carolus siap mendampingi mereka yang membutuhkan pendampingannya. Selama 2 tahun bekerja sama, ada banyak pelayanan kasih yang diberikan oleh PJPK Sint Carolus untuk keluarga besar OBOR. Terima kasih untuk kerja sama yang indah ini.
Perayaan 25 tahun PJPK juga diwarnai oleh lahirnya BPJS-Kesehatan. Akankah ini menjadi ancaman bagi keberadaan PJPK St. Carolus? Atau justru menjadi tantangan dalam membangun sinergi bagi pelayanan yang lebih paripurna, efektif, dan efisien.
Selamat berpesta perak…!
Jakarta, 26 Agustus 2014