KERJA & PHK

 Tiga tahun setelah dipilih menjadi pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Yohanes Paulus II (1978-2005) menerbitkan Ensiklik Laborem Exercens pada Pesta Salib Suci, 14 September 1981. Ensiklik ini terkait dengan masalah “kerja” seturut hakikatnya dalam pandangan Gereja Katolik. Laborem Exercens lahir sebagai memorabilia untuk peringatan 90 tahun Rerum Novarum yang diterbitkan oleh Paus Leo XIII (1878-1903)

Rerum Novarum (“Hal-hal Baru”, terbit 15 Mei 1891) adalah ensiklik pertama tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG) yang isinya memperlihatkan sikap dan pandangan Gereja Katolik menghadapi dampak revolusi industri (1750-1850) dan berkembangnya gagasan tentang masyarakat demokrasi modern. Sebagaimana kita ketahui bahwa revolusi industri yang menghasilkan perubahan besar-besaran di bidang pertanian, pertambangan, manufaktaur, transportasi dan teknologi telah membawa dampak besar bagi aneka persoalan sosial, ekonomi dan budaya manusia; bermula dari Inggris lalu berkembang ke Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang dan ke seluruh dunia.

Rerum Novarum menyoroti kondisi para pekerja (waktu itu masih disebut ‘kelas pekerja/buruh’), terutama hak-hak mereka untuk membentuk serikat pekerja agar tercipta struktur sosial ekonomi yang berkeadilan melalui relasi yang dibangun antara pemerintah, pebisnis/majikan dan buruh. Di sisi lain, Rerum Novarum juga menentang sosialisme yang meniadakan hak kepemilikan pribadi.

Dari Rerum Novarum ke Laborem Exercens

Terbitnya Ensiklik Laborem Exercens diawali oleh sepuluh ensiklik tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG) lainnya yang hampir rata-rata menekankan sikap solidaritas dan subsidiaritas sebagai dua hal penting bagi terwujudnya tatanan sosial kemasyarakatan yang berkeadilan berlandaskan cinta kasih sebagai hukum terpenting dalam relasi antarmanusia itu sendiri.

Hal menarik dari Laborem Exercens, yang menjadi tujuan utama penerbitannya langsung terbaca pada bagian awal. Alinea pertama dengan tegas meyatakan “dengan bekerja manusia harus mencari nafkah sehari-hari..… dan tiada hentinya berperan serta meningkatkan mutu budaya maupun moril masyarakat, tempat ia hidup bersama dengan sesama anggota keluarga manusia”.

Apa yang dimaksud dengan kerja? Kerja adalah kegiatan manusia mana pun juga, kerja tangan atau kegiatan akalbudi dalam situasi apa pun, sesuai kodrat kemanusiaannya sebagai citra Allah, yang diutus ambil bagian merawat alam semesta ciptaan ini. Kerja menjadi salah satu pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya di muka bumi ini. Laborem Exercens melihat “masalah kerja” sebagai kunci persoalan sosial. Bukan juga sekedar mencari nafkah untuk hidup tetapi persoalan kerja juga bisa berdampak luas terhadap tata nilai, kebijakan sosial-ekonomi, relasi antar bangsa, bahkan terhadap dimensi etis dan sosial dalam masyarakat umumnya.

PHK sebagai Keputusan Terburuk

Satu bulan terakhir ini saya mendapat banyak informasi dan sharing tentang kenyataan suasana kerja di beberapa lembaga. Sedih? Kecewa? Bingung? Apa iya terjadi seperti itu? Seakan semuanya antara percaya dan tidak percaya. Kelihatan aneh, tapi ini nyata.

Sebuah penerbitan dikabarkan harus mem-PHK 30-40 prosen karyawannya karena tiras yang semakin menurun, pemasaran yang terus anjlok, keuangan yang mulai defisit, dan transisi ke media digital dengan platform yang berbeda. Gelombang PHK sudah dilakukan dua kali dengan sasaran berbeda-beda sesuai dengan pertimbangan para “punggawa” lembaga berusia lebih dari 70 tahun ini. Katanya, ini cara terbaik dan win-win solution. Bahkan, ini juga katanya yah, banyak karyawan yang bahagia, hati senang gembira ria, dan hanya satu-dua orang yang tidak siap move on. Bukankah dengan win-win solution itu “nasib” mereka bisa menjadi lebih baik, di Jakarta juga tidak sulit untuk mencari uang; sekurang-kurangnya dengan nge’gojeg’ dia bisa dapat 9 juta sebulan yang jauh lebih besar daripada di tempat kerjanya selama ini. Sembilan juta, yesss s-e-m-b-i-l-a-n j-e-t-i sebulan, men. Hebat sekali hitung-hitungannya.

Yang satu lagi, sebuah lembaga di bidang jasa pelayanan kesehatan berusia hampir 30 tahun, beberapa bulan lalu harus dibubarkan dan semua karyawannya di-PHK. Apa sebab? Kepesertaan anjlok. Kerugian semakin di ambang mata. Ada pesaing raksasa, yaitu sebuah lembaga bidang pelayanan kesehatan yang mendapat mandat penuh dari Undang-undang, membawa vonis kematian bagi lembaga ini.

Sebagai praktisi yang sudah seperempat abad ambil bagian membantu merestrukturisasi, merekonstruksi dan merevitalisasi lembaga-lembaga (milik gereja) yang sudah sekarat, mendengarkan sharing teman-teman yang terkena imbas PHK ini saya hanya bisa merenung, terbengong-bengong tak tahu bagaimana menyikapinya. Saya juga tak tahu bagaimana harus bersikap seandainya saya berada pada posisi mereka.

Lain perkara kalau seandainya saya diminta pandangan oleh para “punggawa” lembaga-lembaga itu, mungkin masukan yang saya berikan bisa lebih pas berdasarkan pengalaman nyata yang pernah saya alami dalam membangkitkan kembali lembaga-lembaga sekarat. Tapi, ah sudahlah. Semua sudah terjadi. Nasi telah menjadi bubur di tangan para koki di sana.

Iya, tapi ini manusia, nasib manusia loh, bukan masalah bubur. Kalau bubur sih di tangan koki yang kemampuannya biasa-biasa saja juga bisa dibuat enak kembali dengan tambahan racikan pelengkap.

Manusia dalam sebuah lembaga/perusahaan adalah aset. Dia bukan “sumberdaya” yang bisa disedot habis-habisan lalu dicampakkan; tetapi aset, harta, capital, modal, yang akan semakin bernilai tinggi kalau pemberdayaannya pas (dan tentu) oleh orang yang pas.

Bekerja Sesuai Martabat sebagai Citra Allah

Di tempat lain, ada kejadian yang bertolak belakang dengan dua cerita di atas. Sebulan ini ramai sharing tentang usaha survival termegap-megap sebuah penerbitan karena ulah kerja yang asal-asalan: editing tidak teliti, tata letak dan desain seadanya, koreksi yang masih banyak salahnya, pencetakan tanpa dikontrol baku mutunya, penetrasi marketing yang belum sempurna, dan koordinasi yang seperti “tanpa koordinasi” karena sikap ewuh-pakewuh yang ditabiatkan menjadi corporate culture di sana.

Ensiklik Laborem Exercens menghargai kerja sebagai martabat terhormat seorang manusia, yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Dengan bekerja kita mewujudkan panggilan luhur memelihara alam semesta dan seluruh ciptaan, di samping tentunya kita mencari nafkah untuk menghidupi diri kita sendiri (dan keluarga).

Pertanyaan penting, sejauh mana kita sadari hakikat kerja itu sendiri? Kita bekerja untuk sekadar bekerja kah? Pokoknya yang penting aku menerima gaji, titik. Mau bagus atau jelek hasilnya tak peduli. Sekedar mengikuti aturan yang ada, datang tepat waktu, pulang pas waktu? Orientasi pada apa yang dihasilkan (kualitas & kuantitas) adalah hal penting untuk mengukur sejauh mana manfaat kehadiranku dengan bekerja di lingkunganku. Konsentrasi mutlak diperlukan. Menaruh hati sepenuhnya pada pekerjaan yang dipercayakan itu. Bukan men’dua’kannya, atau menyelingkuhinya, apalagi mengkhianatinya.

Kualitas dan kuantitas yang dihasilkan melalui kerja adalah sumbangsih nyata seseorang bagi lembaga di mana dia bekerja, yang sekaligus memperlihatkan martabat dan kehormatannya sebagai seorang manusia. Seseorang yang hanya menyalahkan orang lain, menyalahkan pimpinan lembaganya, menyalahkan suasana kerjanya, mencari-cari kesalahan dan kelemahan apa pun di sekelilingnya untuk dijadikan kambing hitam, tanpa mau mengubah dirinya menjadi lebih baik, agar lebih berkualitas “garam & ragi”, adalah pecundang yang berada di tempat yang keliru.

Dan, para pecundang seperti inilah yang seharusnya dengan sadar diri, keluar dari lembaga/perusahaannya yang dia gerogoti dan rongrong setiap saat.

Jakarta, 20 Oktober 2017

Agustinus Surianto Himawan

4 respons untuk ‘Kerja & PHK

  1. Tulisan di atas saya sangat setuju karena inj sangat menyentuh u saya secara pribadi.sebab saya salah satu korban yang terkena PHK di salah satu lembaga media cetak punya KAJ yg sudah berumur 71 tahun

    Disukai oleh 1 orang

  2. Sungguh bagus sekali penjelasan tentang Rerum Novarum , ternyata bapa gereja kita sdh memikirkan tentang kesejahteran hak para buruh dengan majikan nya semoga kita dapat mengubah dan mikirkan kesejahteraan para pekerja

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar