ROMO YATNO
MENYAMBUT 30 TAHUN IMAMAT
IN MEMORIAM – Rm. Agustinus Suyatno, teman seangkatan saya dalam imamat, 33+ hari dirawat di dua rumah sakit, setelah mengalami kecelakaan tunggal di tol jagorawi pada Selasa malam, 3 Des 2019. Baru pada Sabtu dinihari, 7 Des 2019, ia dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, pagi harinya langsung menjalani operasi untuk memperbaiki rangkaian tulang belakangnya pada area cervical (leher).
Tepatnya setahun yang lalu, pada bulan Februari juga, kami seangkatan sebagaimana biasanya berkumpul bersama untuk refleksi imamat. Waktu itu yang diwacanakan adalah perayaan 30 tahun imamat mau diisi apa, mau ke mana? Ada banyak gagasan, semua dipertimbangkan dengan hati-hati karena bagi si pengusul tentu idenya dianggap penting untuk diprioritaskan. Ada yang mau berziarah bersama-sama ke Tanah Suci. Ada yang ingin menyusuri Eropa, ke Fatima dan Lourdes. Bahkan kalau bisa juga melakukan Camino de Santiago, berziarah berjalan kaki menuju Katedral Santiago de Compostela, menyusuri jejak St. Yakobus di Spanyol. Akhirnya, suara hampir menguat ketika usulan untuk ke arah timur, menyusuri daratan Flores.

Dalam sebuah pembicaraan kami membuat teka-teki nekat, kira-kira siapa yang meninggal duluan dari antara kami berenam. Apakah yang paling tua mulai duluan? Nah, siapa kira-kira yang tertua dari antara kami seangkatan ini? Apakah yang punya beberapa penyakit yang harus duluan? Wah, ini giliran siapa duluan jadinya. Memang pembicaraan santai-santai saja, sambil bercanda, jauh dari kepastian tentunya. Siapa bisa menebak usia seseorang? Siapa bisa memilih bagaimana seseorang mengakhiri hidupnya? Bisa saja yang paling muda duluan. Bisa juga yang sehat walafiat ujug-ujug dipanggil pulang oleh Sang Penciptanya.
Gembala dari Paroki Promasan
Rama Yatno lahir di Kapuan, Borobudur, Magelang, 28 Agustus 1961, sebagai anak kedua dari lima bersaudara yang semuanya laki-laki. Pendidikan dasar dan SMP dijalaninya di kampung halamannya, kemudian merantau ke Bogor karena melanjutkan pendidikan di Seminari Menengah Stella Maris, Kapten Muslihat, Bogor, selama empat tahun. Panggilan imamat yang begitu kuat menuntunnya untuk masuk ke Seminari Tinggi Petrus-Paulus, Buahbatu, Bandung, pada pertengahan tahun 1982. Hatinya sungguh terpaut pada Gereja Keuskupan Bogor, yang ia pilih sebagai ladang pelayanan imamatnya nanti. Kedua adiknya mengikuti jejaknya untuk menjadi imam, seorang menjadi imam Ordo Karmel (Alm. RP Suyadi O.Carm), dan seorang lagi menjadi imam diosesan di Keuskupan Bogor (RD Yoh Suradi).

Tahbisan diakonat diterimanya di Gereja Katedral BMV Bogor, 6 Agustus 1989, bersama empat rekan seangkatannya plus satu kakak angkatan yang tertunda tahbisannya. Setengah tahun kemudian ia menerima tahbisan imamat dari tangan Mgr. Ignatius Harsono, Uskup Bogor saat itu, pada 4 Februari 1990 di Gereja St. Paulus, Depok Lama.
Menjadi Imam Allah yang Membumi
Tempat tugasnya diawali dari Paroki St. Petrus, Cianjur, kemudian pindah ke Paroki St. Paulus, Depok Lama. Selain itu, ia didapuk menjadi Ketua Komisi Komsos Keuskupan Bogor, yang bertugas menggawangi MEKAR, Media Komunikasi Antar Paroki, sebuah majalah resmi Keuskupan Bogor.


Tak lama berselang, Mgr. Leo Soekoto SJ, Administrator Apostolik Keuskupan Bogor pada waktu itu, menugaskannya untuk menangani (calon) paroki baru, yaitu Paroki St. Matias, Pangkalan Jati, Cinere, yang dimekarkan dari Paroki Stefanus, Cilandak. Wilayah pastoralnya adalah “belahan” paroki Stefanus yang secara terirorial berada di Provinsi Jawa Barat. Berbagai konflik harus dihadapinya sebagai pastor yunior di sebuah paroki baru yang merupakan pemekaran dari paroki induk dalam wilayah gerejawi Keuskupan Agung Jakarta, namun oleh Uskupnya sendiri dilepaskan menjadi bagian dari wilayah gerejawi Keuskupan Bogor, mengikuti peta teritorial pemerintahan.
Dari Cinere, tugas pastoralnya berpindah ke Cibadak & Cicurug, kemudian pada tahun 2000 ia pindah lagi ke Sukabumi menjadi Ketua Yayasan Mardi Yuana selama 10 tahun, sampai 2010, merangkap sebagai pastor rekan di Paroki St. Joseph ini, serta beberapa tugas lain seperti di MNPK sebagai Sekretaris dan MPS yang dua-duanya pelayanannya bersifat nasional.
Berakhir di Cibinong
Paroki Cibinong adalah perhentiannya yang terakhir. Di sini ia mengawali tugasnya sebagai pastor rekan. Dua tahun kemudian, pada tahun 2012, Mgr. Michael Angkur OFM, Uskup Bogor waktu itu, mempercayakannya untuk menjadi Pastor Paroki Keluarga Kudus ini.
Pakde No, begitulah para keponakan memanggil namanya, mendapat SK Penugasannya sebagai Pastor Paroki Keluarga Kudus, Cibinong. Namun karena ada masalah internal, pastor paroki yang harus digantikannya belum siap pindah ke tempat tugas barunya. Pergantian Pastor Paroki Cibinong baru terlaksana pada Januari 2017, sekian tahun kemudian, dalam penantian yang panjang, bahkan juga setelah 3 tahun pergantian Uskup Bogor ke Mgr. Paskalis B. Syukur OFM. Menurut pengakuannya, Pakde No sempat frustrasi menghadapi ketidakpastian ini, begitu juga umat setempat. Secara de jure ia memegang SK Uskup Bogor sebagai Pastor Paroki Cibinong, namun de facto tidaklah demikian.

Masa-masa sulit dialaminya sepanjang tiga tahun menjadi Pastor Paroki Cibinong (de facto & de jure), namun dengan keyakinan penuh untuk menjadi imam-Nya yang setia, dengan dukungan doa dari Uskup Paskalis dan Kuria Keuskupan, dari teman-teman seangkatan, serta dari umat-umat yang menyayanginya, ia tegar dalam melaksanakan perutusannya di sini. Sampai paripurna, ketika dari pembaringannya di ruang CICU RSPAD Gatot Subroto Jakarta, ia menyatukan hati dalam upacara penyerahan tugas kepada penggantinya, yaitu Rama Wahyu, Sabtu 4 Januari 2020.

Dua hari kemudian, Senin 6 Januari 2020, pukul 10.10, dalam keheningan dan kesendirian di CICU RSPAD, ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Allah yang memilihnya dari tengah-tengah dunia, mengurapi, dan mengutusnya untuk bekerja di kebun anggur-Nya, telah memanggilnya kembali untuk berkumpul di pelataran rumah-Nya, merayakan Paskah bersama-Nya: merayakan 30 tahun tahbisan imamat bersama-Nya. Hari ini, 4 Februari 2020.
Jakarta, 4 Februari 2020
Agustinus Surianto Himawan
Catatan Penutup:
Jenazah Rama Yatno setelah selesai dipulasarakan di RD RSPAD Gatot Subroto, diantar ke Gereja Paroki Keluarga Kudus, Cibinong untuk disemayamkan. Misa senin pukul 7 malam dipimpin oleh Mgr. Michael Angkur OFM (Uskup Emeritus Bogor), Mgr. Paskalis B. Syukur OFM, dan para imam konselebran. Kemudian selasa malam dipimpin oleh 5 imam seangkatannya, bersama Rama Suradi (adik kandung almarhum), dan Rama Thomas Saidi, kerabat almarhum.
Rabu pukul 06.30 diadakan ibadat singkat pemberangkatan ke Gereja Katedral Bogor untuk Misa Requiem pukul 09.00 yang akan dipimpin oleh tiga uskup, Mgr. Paskalis, Mgr. Michael dan Mgr. Ch. Tri Harsono (Uskup Purwokerto). Dilanjutkan pemakaman di TPU Kalimulya, Depok.
Tuhan yang memberi Tuhan yang mengambil. Terpujilah nama Tuhan. Allah telah membebaskan alm dari sakit dan telah menempatkan alm di antara para Kudus di surga dan menjadi pendoa bagi kita semua yang masih berziarah di dunia. Terimakasih boleh mengenal RD Agustinus Suyatno 🙏🙏
SukaDisukai oleh 1 orang
Perutusan Rm Yatno telah paripurna. Kini ia kembali kepada Sang Pengutusnya, menikmati kebahagiaan dlm keabadian bersama-Nya.
SukaSuka
Selamat jalan, Rm. Yatno … Romo yg membaptis anak sy … Al Fatihah utk Rm. Yatno
SukaDisukai oleh 1 orang