Hari ini, Minggu 9 Desember 2018, Keuskupan Bogor genap berusia 70 tahun kalau dihitung mulai sejak resmi didirikan sebagai Prefektur Apostolik Sukabumi. Beberapa tahun kemudian, pusat Prefektur Apostolik Sukabumi dipindahkan ke Bogor, setelah wilayah Kabupaten Bogor dilepaskan dari wilayah Vikariat Apostolik Batavia.
Tanggal 9 Desember 1948 secara definitif Kongregasi Propaganda Fide di Vatican mengumumkan berdirinya Prefektur Apostolik Sukabumi, yang sejak tahun 1941 bersifat sementara. Foto gambar utama artikel ini adalah repro atas Bulla Paus Pius XII, yang isinya tentang pendirian Prefektur Apostolik Sukabumi, diambil dari Buku 50 Tahun Keuskupan Bogor dalam Lintasan Sejarah (GMY, Desember 1998).
Tanggal 17 Desember 1948, Pater Nicolaus Johannes Cornelius Geise OFM diangkat sebagai Prefek Apostoliknya. Untuk menggambarkan betapa luas ladang penggembalaannya di tatar Sunda, — yang diperkaya oleh sawah-ladang di antara bukit-bukit, dan kebun teh nan hijau disela-sela gunung-gemunung, di tengah masyarakat Sunda yang ramah— Pater Geise sebagai Prefek Apostolik memilih sesanti LAUDATE MONTES (Pujilah Tuhan, hai Gunung-gemunung). Sungguh tepat, karena umatnya memang masih sedikit sekali.
Sembilan tahun kemudian, tepatnya pada bulan November 1957, Kongregasi Propaganda Fide mengeluarkan keputusan untuk memisahkan daerah kabupaten ketiga di Karesidenan Bogor (yaitu Kabupaten Bogor) dari Vikariat Apostolik Jakarta dan menggabungkannya dengan Prefektur Apostolik Sukabumi. Dengan demikian batas-batas wilayah gerejawi ini sekarang disamakan dengan batas-batas Karesidenan Bogor dan Karesidenan Banten. Pusat Prefektur pun akhirnya dipindahkan dari Sukabumi ke kota Bogor.
Ketika pembentukan Hierarki Gereja Katolik di Indonesia pada tahun 1961, Prefektur Apostolik Sukabumi ditingkatkan menjadi Keuskupan Bogor, dengan Mgr. N.J.C. Geise OFM selaku Administrator Apostoliknya. Ia diangkat menjadi Uskup Bogor pada 16 Oktober 1961 dan ditahbiskan sebagai Uskup pada 6 Januari 1962. Untuk lebih mengaktualkan dan mengkristalkan cita-cita penggembalaannya sesuai dengan situasi Keuskupan Bogor saat itu, maka ia mengganti sesantinya menjadi IN OCCURSUM DOMINI (Menyongsong kedatangan Tuhan).
Mgr. N.J.C. Geise OFM lahir di Rotterdam, 7 Februari 1907. Meninggal di Heerlen, Belanda, 1 Agustus 1995.
ESTAFEL PENGGEMBALAAN KEUSKUPAN BOGOR
Kepemimpinan Keuskupan Bogor berikutnya beralih dari satu generasi ke generasi lain yang lebih muda:
Mgr. Ignatius Harsono, diangkat sebagai uskup kedua pada 1 Maret 1975, ditahbiskan menjadi uskup pada 8 Mei 1975 di Gereja Katedral Bogor. Sesanti yang dipilihnya adalah Omnes in Unitatem (Bersama Menuju Kesatuan). Mgr. Harsono lahir di Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, 15 Desember 1922. Meninggal di Jakarta, 1 Maret 2000.
Kemudian karena alasan kesehatan, Mgr Harsono mengundurkan diri pada 16 Juli 1993. Takhta Suci mengangkat Mgr. Leo Soekoto SJ (Uskup Agung Jakarta) menjadi Administrator Apostolic Ad Nutum Sanctae Sedis, yang memimpin Keuskupan Bogor saat takhta lowong, sampai dengan ditakhbiskannya uskup definitif pada 23 Oktober 1994. Mgr Leo Soekoto lahir di Jali, Prambanan, Sleman, DIY, 23 Oktober 1920. Meninggal di Semarang, 30 Desember 1995.
Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM diangkat menjadi Uskup Bogor berikutnya pada 10 Juni 1994. Ia menerima tahbisan uskup dalam upacara meriah di Grha Widya Wisuda, Darmaga, Bogor, 23 Oktober 1994. Sesanti yang dipilihnya In Verbo Tuo. Mgr. Michael Angkur lahir di Lewur, Flores, NTT, 4 Januari 1937. Kini ia mengisi masa emeritusnya di Biara Fransiskan, Kampung Gorontalo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores.
Hampir 20 tahun kemudian, generasi yang lebih muda mengambil alih kepemimpinan penggembalaan Keuskupan Bogor. Takhta Suci mengangkat Mgr. Paskalis Bruno Syukur OFM pada 21 November 2013. Ia menerima penahbisan sebagai uskup pada 22 Februari 2014 di Gedung SICC, Sentul, Bogor, memilih sesanti Magnificat Anima Mea Dominum. Mgr. Paskalis lahir di Ranggu, Manggarai Barat, Flores, NTT, 17 Mei 1962.
Dirgahayu Keuskupan Bogor.
Jakarta, 9 Desember 2018
Agustinus Surianto Himawan