“A” ITU TERNYATA AGUSTINUS
Aktor kawakan Adi Kurdi lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 22 September 1948. Pernikahannya dengan Bernadetta Siti Restyratuti dikaruniai seorang putri bernama Maria Advena Victoria. Kerlibatannya dalam dunia pentas diawali dengan bergabung di Bengkel Teater yang didirikan oleh W. S. Rendra, kakak iparnya. Adi Kurdi meninggal dunia di RS Pusat Otak Nasional, Jakarta, pada Jumat siang, 8 Mei 2020.

 

Saya sudah lupa tahun kejadiannya, tapi pasti sudah sangat lama. Pasti sebelum Maret 2003 karena saya lepas tugas sebagai Ekonom Keuskupan Bogor tepat akhir Februari 2003, kemudian digantikan oleh Rama Markus Lukas. Saat itu Mas Adi Kurdi masih sibuk shooting berbagai acara yang harus diperankannya sebagai aktor. Dalam berbagai kesempatan kami berjumpa dan ngobrol-ngobrol seperlunya di sela-sela rapat atau pertemuan tingkat keuskupan.

Kesibukan shooting tentu membuatnya tak mudah berada di berbagai pertemuan, terutama karena ketatnya jadwal tayang drama serial televisi Keluarga Cemara, yang mengangkat namanya, sekaligus memperkenalkan dirinya dengan panggilan akrab “Abah”.

Ketua Komisi Kerawam

Waktu itu, Mas Adi Kurdi (Umat Paroki St. Markus, Depok Timur) adalah Ketua Komisi Kerasulan Awam (Kerawam) Keuskupan Bogor, yang menggantikan Mas Augustinus Supriadhi Kusumah (umat Paroki Sukasari) yang sudah cukup lama berkecimpung di kerawam Keuskupan Bogor. Keseringan memanggil namanya dengan Mas Adi membuat saya dan teman-teman di Kuria Keuskupan Bogor tak tahu nama baptisnya. Kalau dipikir-pikir sekarang, koq bisa yah seperti itu? Saya lupa, tapi hampir yakin bahwa dalam SK Pengangkatan Mas Adi sebagai Ketua Komisi Kerawam sepertinya juga tanpa menuliskan nama baptisnya.

Adi Kurdi dalam Sinode Keuskupan Bogor 2002
Visualisasi aktivitas menggereja dalam memasyarakat oleh para siswa SMU Regina Pacis Bogor & Seminari Menengah Stella Maris dalam Sinode Keuskupan Bogor, 21-25 Okt 2002, di Cipanas, yang disiapkan secara khusus oleh Adi Kurdi.

Satu hal yang saya ingat sampai sekarang, ketika membantu mengerjakan buku terkait Keuskupan Bogor, ada satu cerita lucu. Buku apa, lah ini yang saya lupa karena kejadiannya sudah seperempat abad yang lalu, apakah buku Petunjuk Keuskupan Bogor, atau buku Quinquennale alias buku Laporan Lima Tahunan Keuskupan Bogor yang biasanya disiapkan oleh para uskup pada saat melakukan Kunjungan Ad Limina ke Vatikan.

Semua nama personalia kuria dan perangkat kelengkapan keuskupan ditulis komplit. Dari sekian orang ketua komisi ada dua umat awam yang mengampunya, yaitu Komisi Komsos dan Komisi Kerawam. Komisi yang lain umumnya diisi oleh rama atau suster/bruder. Nama yang tertera dalam draft buku sebagai Ketua Komisi Kerawam hanya tertulis Adi Kurdi. Titik. Tidak ada embel-embel lainnya, termasuk nama baptis. Waduh, bagaimana harus melengkapinya karena data dari sekretariat hanya tertulis seperti itu. Mau mengontak yang bersangkutan tidak ada data nomor teleponnya. Data telepon kantor komisi-komisi hanya mencantumkan nomor telepon keuskupan. Apalagi kala itu penggunaan telepon seluler pun belum terlalu merakyat.

Adi Kurdi & Keluarga Cemara

Mengingat waktu deadline pencetakan yang sudah mépét, saya sebagai editor main potong kompas saja. Asal tembak, yang penting di depan nama Adi Kurdi ada nama baptisnya. Spontan saya ketik huruf “A” di depan namanya. Nama itulah yang tercantum dalam buku tersebut. Saya merasa tak ada masalah mau ditulis apapun sebagai pelengkap nama Adi Kurdi karena belum tentu semua orang membacanya. Kalau pun membacanya, belum tentu mereka paham apa yang dibacanya. Apalagi buku laporan kan biasanya penuh untaian kata-kata sehingga orang akan membacanya secara kilat saja.

Maka terjadilah sebagaimana yg tertulis, Ketua Komisi Kerawam adalah A. Adi Kurdi. Entah “A”-nya mau dibaca Andreas, Alfonsus, Ambrosius, tapi bisa juga Abah Adi Kurdi, karena sama saja. Saya pun tak tahu “A” itu kira-kira apa kepanjangannya. Asal tembak koq.

Sekian waktu berlalu, ketika ada kesempatan ngobrol dengannya, ternyata pilihan nama “A” memang tepat karena nama baptis Abah adalah Agustinus.

Adi Kurdi Kerawam
Agustinus ‘Abah’ Adi Kurdi ambil bagian dalam Mufakat Budaya Indonesia (MBI) yang dihadiri oleh para budayawan, seniman, dan cendekiawan (12 Maret 2019) mengajak masyarakat agar jangan terpecah karena perbedaan pandangan politik. (Foto: Herudin Tribunnews)

Sebuah pilihan yang asal-asalan, namun nyatanya memuat kebenaran. Bisa jadi dalam kondisi terpepet, muncul inspirasi yang dihembuskan oleh kuasa Ilahi, kalau kita baca dari kacamata iman. Namun, sah-sah saja kalau ada yang melihat itu sebagai faktor kebetulan. Kebetulan yang pas tepat dari sekian ratus, sekian ribu, sekian juta kemungkinan untuk menebak dengan tepat. Wallahualam. Berapa probabilitasnya, hanya ahli statistik yang berminat menghitungnya.

Abah dalam Keluarga Cemara

Mas Adi Kurdi memang orang sibuk. Orang panggung yang kerjanya mementaskan kehidupan nyata untuk dipertontonkan di pentas panggung atau layar. Dipentaskan untuk ditertawai, kadang juga ditangisi, untuk mengaduk-aduk berbagai perasaan supaya dicerna makna hakikinya bagi kehidupan nyata.

Dengan mementaskannya di atas panggung, Abah Adi Kurdi ingin menyampaikan kesaksian tentang hidup yang dijalaninya, iman yang dihayatinya. Sebagai umat Katolik ia merasul di atas panggung, mewartakan kabar baik dalam dunia seni pentas yang dijalaninya. Ini juga bagian dari kerasulan kaum awam Katolik.

Keluarga Cemara adalah buah refleksi Arswendo Atmowiloto. Berawal sebagai cerita bersambung di majalah remaja HAI, lalu terbit sebagai novel berseri, sebelum diangkat ke layar kaca dalam bentuk drama berseri dengan tajuk yang sama. Tayangan perdana Oktober 1996 dan berakhir pada penghujung Februari 2005. Tayangan layar lebar sebagai reinkarnasi serial drama televisi Keluarga Cemara muncul pada awal 2019 yang lalu dengan judul sama tapi diembel-embeli istilah “reborn”.

Keluarga Benih Kerasulan

Keluarga Cemara sarat akan nilai dan wajah hidup berkeluarga yang tidak linier. Ada keberhasilan dan kegagalan yang harus dihadapi dengan setia, apa adanya dengan jiwa ksatria. Bahwa kegagalan bukanlah akhir dari kehidupan berkeluarga, namun menjadi tantangan yang harus dihadapi bersama dalam satu komando.

Adi Kurdi dan para pemeran inti dalam Keluarga Cemara dalam.foto kini

Keluarga menjadi harta yang amat bernilai bagi seorang manusia. Dalam keluarga ia dilahirkan, dididik dan dibesarkan untuk menjadi manusia jempolan. Dalam pandangan Katolik, keluarga merupakan gereja mini yang menampilkan nilai-nilai kasih persaudaraan sebuah komunitas imani. Keluarga juga menjadi seminari perdana, tempat benih-benih kasih kemanusiaan disemaikan agar berbuah nyata kelak di kehidupan yang bersangkutan dalam komunitas insani yang lebih luas. Mampukah ia menjadi garam dan terang bagi masyarakat sekelilingnya? Menjadi ragi yang mengubah dunia tanpa menonjolkan dirinya. Atau hanya sekadar pecundang tak berfaedah bagi masyarakatnya.

Abah yang diperankan Adi Kurdi adalah lelaki sederhana namun berbudi luhur dalam ‘menggembalakan’ keluarganya. Menerima kejatuhan, menggelutinya dengan tulus, membawa keluarganya untuk menemukan makna hidup sesungguhnya di tengah masyarakat yang multi segalanya. Hidup berkeluarga harus disyukuri sebagai anugerah istimewa bagi suami, istri, dan anak-anak yang dilahirkannya.

Abah, terima kasih atas kesetiaanmu memerankan ayah teladan bagi Keluarga Cemara. Sebagai gembala bagi kehidupan nyata keluarga kecilmu sendiri di Keuskupan Bogor. Sebagai pendamping kaum awam yang menghadirkan diri berkarya di bidang-bidang kehidupan yang membutuhkan peran serta kaum awam.

PhotoGrid_1589011246123

Hari ini, Sabtu 9 Mei 2020, dengan iringan gerimis kecil, jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Bengkel Teater, Depok, setelah terlebih dahulu dilakukan Misa Requiem yang dipimpin oleh tiga pastor dari Depok, yaitu Rama Gregorius Agus Edy Cahyono, Rama Ardhi Yoga dan Rama Anton Widiarto OFM.

Selamat jalan “Abah” Agustinus Adi Kurdi.

Jakarta, 9 Mei 2020
RD Agustinus Surianto Himawan

2 respons untuk ‘IN MEMORIAM – “Abah” Adi Kurdi

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s