SETIA DALAM PERKARA KECIL
Sang Sabda mengajarkan, “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Lukas 16, 10)
Nama Bill Gates & Paul Allen (Microsoft), Mark Zuckerberg (Facebook), Steve Jobs (Apple), atau Jack Ma (Alibaba) sudah popular di telinga kita lewat kesuksesannya mengembangkan bisnis berbasis teknologi informasi. Di pasar lokal ada juga nama-nama William Tanuwijaya (tokopedia) dan Nadiem Makarim (Go-Jek) yang kini semakin berkibar mengembangkan bisnis berbasis aplikasi daring. Kerajaan bisnis mereka memang belum sebesar pebisnis raksasa sukses lainnya, seperti Sudono Salim (Salim Grup), Eka Tjipta Widjaja (Sinar Mas), ataupun Chairul Tanjung (CT Corp). Ada satu kesamaan, mereka semua menjadi besar dengan cara yang sama, bekerja giat dari skala kecil, bahkan kebanyakan memulainya dari nol.
Orang-orang sukses itu bisa membuktikan kesetiaan dalam perjuangan hidupnya dengan tekun, menapaki keberhasilan setahap demi setahap, bukan ujug-ujug menjadi besar dan meraksasa. Setiap hari mereka melangkah satu langkah ke depan, besok satu langkah lagi ke depan, begitu seterusnya mereka lakukan dengan setia. Keberhasilan kecil di hari kemarin, dipertahankan dan digandakan pada hari-hari berikutnya. Kegagalan hari kemarin, dijadikan pelajaran berharga untuk tidak melakukannya kembali pada hari ini dan esok.
Pada sisi lain, kita saksikan juga ada begitu banyak orang yang ingin tampil beda. Sukses ingin diraih seperti membuat mukjizat, ingin instan, ingin segera menikmati hasilnya. Mereka berlomba-lomba menjadi “tukang sulap” yang bisa menggandakan rezeki dalam waktu singkat tanpa keringat. Apa iya begitu? Ajaran leluhur kita sarat dengan nilai-nilai kebijaksanaan. Seharusnyalah kita merefleksikan setiap langkah hidup kita pada nilai-nilai luhur tersebut. Sehari selembar benang setahun selembar kain, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Kalau mau sukses, mulailah dengan langkah pertama, kedua, dan seterusnya.
Josemaría Escrivá, seorang guru spiritual berkebangsaan Spanyol, yang banyak dikagumi melalui kiprahnya mendidik kemandirian sikap seseorang dalam perjuangan hidup di dunianya masing-masing, melalui buku renungan sepanjang tahun berjudul CAMINO (artinya: Jalan) mengajak pembacanya untuk menghargai hal-hal kecil. Simak kutipan-kutipan di bawah ini:
Pernahkah engkau melihat bagaimana gedung yang megah itu didirikan orang? Batu bata demi batu bata. Ribuan. Namun satu persatu. Dan semen berkarung-karung, satu demi satu… batu fondasi yang tidak banyak bila dibandingkan dengan batu-batu lainnya… serta tiang-tiang baja. Para pekerja yang bekerja hati demi hari pada waktu yang sama….
Sudahkah kaulihat bagaimana gedung yang mengagumkan itu dibangun? …berkat benda-benda yang kecil..! (Nasihat Rohani St. Josemaría Escrivá, Camino, Hal Kecil No. 823)
Tuhan, meskipun hanya sebagai “yang terkecil”, aku ingin ambil bagian bersama-Mu membangun dunia baru.
Bertekunlah dalam memenuhi kewajiban-kewajiban setiap saat. Pekerjaan yang sederhana, membosankan, dan ringan itu merupakan ungkapan doa dalam perbuatan, yang menyiapkanmu untuk menerima rahmat bagi usaha lain yang lebih besar, luas dan dalam sebagaimana kauimpikan (Nasihat Rohani St. Josemaría Escrivá, Camino, Hal Kecil No. 825).
Beri aku kemampuan untuk selalu setia, seperti teladan Sang Guru yang setia meskipun harus melalui perjalanan salib yang berat. Tidak mengeluh manakala jenuh. Tidak menyerah saat ingin berpasrah. Bangkit lagi, memulai lagi, mengulang lagi, dan melanjutkan kembali.
Janganlah hendaknya engkau bodoh.
Berperanlah, setidak-tidaknya sebagai sebuah sekrup kecil dalam usaha yang agung ini.
Akan tetapi, tahukah engkau apakah yang akan terjadi bila sekrup itu tidak dipasang dengan baik atau bila tidak pada tempatnya?Bagian-bagian yang lebih besar akan terlepas atau roda gigi akan berantakan. Seluruh pekerjaan akan terhambat. Mungkin semua mesin akan tidak berguna.
Betapa besar artinya menjadi sebuah sekrup yang kecil…! (Nasihat Rohani St. Josemaría Escrivá, Camino, Hal Kecil No. 830)
Katanya, kecil itu indah. Namun mengapa aku takut menjadi yang terkecil? Dunia melihat yang terkecil sebagai yang terpinggirkan, tersisihkan dan terbuang, tak bernilai. Tuhan, aku ingin mengubah cara pandangku yang diwarnai oleh cara pandang dunia ini.
Karena engkau telah “in pauca fidelis”, “setia dalam perkara-perkara kecil”, masuklah ke dalam kebahagiaan Allahmu. Itulah sabda Kristus. “In pauca fidelis..!”
Apakah engkau sekarang akan meremehkan perkara-perkara kecil bila dijanjikan pula kemuliaan Surga kepada siapa saja yang memperhatikannya…? (Nasihat Rohani St. Josemaría Escrivá, Camino, Hal Kecil No. 819; bdk. juga Mat 25:14-30)
Amin. Amin. Amin….! Aku harus ambil bagian meskipun kecil dan dimulai dari yang kecil itu kuberharap mencapai yang lebih lagi dengan kesetiaanku.
Agustinus Surianto Himawan