SAPTA DASAWARSA

Sebagai imam Keuskupan Bogor pertama yang menjadi eksekutif dalam lingkungan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagiku. Sembilan tahun mengelola karya khusus melalui OBOR, yaitu sebuah lembaga pelayanan KWI untuk memenuhi berbagai kebutuhan/perlengkapan terkait hidup rohani, seperti buku-buku liturgi, alkitab, buku rohani, benda-benda devosionalia, peralatan peribadatan, dan lain-lain. Setelah itu, seakan tak bisa keluar lagi dari pusaran, semakin ditarik lebih dalam lagi, semakin terengah-engah ketika harus ambil bagian dalam pelayanan kantor konferensi ini dengan bidang yang berbeda, dan bermacam-macam, menjadi salah satu direksi.

Bangga? Harusnya memang seperti itu karena bisa melayani lebih banyak, lebih besar, lebih luas lagi bagi kebutuhan yang lebih luas. Dan mungkin juga karena bisa mewakili imam-imam daerah di pusat pelayanan Gereja Katolik Indonesia.

Selama berkarya di keuskupan sendiri, saya cukup kenal dengan seorang uskup saja. Pasti akan mudah karena juga bisa sering berjumpa. Malahan waktu berkarya di keuskupan sendiri, saya tinggal serumah dengan Bapak Uskup Michael Angkur OFM selama sebelas tahun. Tetapi kini di kantor KWI harus mengenal 40-an uskup, 37 dari antaranya sebagai uskup aktif yang masih memimpin keuskupan, dan 20-an dari antaranya ambil bagian memimpin lembaga-lembaga khusus pada kantor konferensi ini.

Dari hari ke hari, panggilan hidup dijalani dengan baik, perutusan dan pelayanan dikerjakan dengan maksimal dan sepenuh hati. Semakin mengenal karakter dan pribadi para uskup lebih dekat lagi, yang menyadarkan saya bahwa mereka juga manusia-manusia biasa dengan segala kelemahan kemanusiaannya namun berusaha sekuat tenaga menyucikan hidupnya sebagai gembala utama di tengah-tengah umat gembalaannya. Semoga Roh Kudus menyertai beliau-beliau semua, agar tahan banting, tetap bersemangat, sehat walafiat selalu, semakin bijaksana dan terus-menerus berjuang dalam kesucian hidupnya demi Kristus yang memilihnya menjadi gembala bagi domba-domba-Nya (bdk. Yohanes 21:15-19).

Tahun-tahun terakhir wajah konferensi ini semakin bersinar dengan munculnya uskup-uskup muda yang energik, penuh semangat dan idealism, yang diharapkan akan turut memperkaya pelayanan bersama bagi banyak orang. Mereka datang dari berbagai latar belakang budaya dan daerah yang berbeda untuk melayani di manapun mereka diutus. Inilah salah satu tanda bahwa proses regenerasi berjalan dengan baik dalam lingkungan hierarki Gereja Katolik di Indonesia. Sebagai imam Keuskupan Bogor saya juga menyaksikan satu per satu rekan imam, bergiliran, diutus untuk melayani ke tempat-tempat lain di luar keuskupan. Ada yang mendapat tugas-tugas khusus. Ada yang diutus ke Kalimantan, Sumatera, dan Papua.

Tahun ini, Keuskupan Bogor merayakan sapta dasawarsa pendiriannya. Pada 9 Desember 1948, Takhta Suci Vatikan melepaskan sebagian wilayah Vikariat Apostolik Batavia menjadi entitas baru yang diberi nama Prefektur Apostolik Sukabumi, yang meliputi wilayah dua Kabupaten di Keresidenan Bogor (Kabupaten Sukabumi & Kabupaten Cianjur) dan Keresidenan Banten. Sebagai pemimpinnya diangkatlah Pastor N.J.C. Geise OFM, kelahiran Rotterdam 7 Feb 1907, seorang misionaris fransiskan yang masih berusia muda dan penuh semangat. Perluasan wilayah dilakukan pada tahun 1957 dengan memasukkan Kabupaten Bogor ke dalam wilayah Prefektur Apostolik Sukabumi. Pada 3 Januari 1961 statusnya ditingkatkan menjadi Keuskupan Bogor dengan memindahkan pusatnya ke Bogor.

20180713_232253

Mengunjungi Rama Tri Harsono di alun-alun St. Petrus, Vatikan, 17 April 2000

Memasuki tahun ke-70 kehadirannya, semoga ada juga benih dari buah-buah ranum dan berkualitas berasal dari wilayah Keuskupan Bogor yang siap disemaikan di tempat-tempat lain yang membutuhkannya.

Jakarta, 14 Juli 2018

Agustinus Surianto Himawan

 

 

Tinggalkan komentar