KEBENARAN AKAN MEMERDEKAKAN KAMU
Hari Minggu Komsos Ke-52
Konsili Vatikan II merupakan konsili ekumenis ke-21 dalam sejarah Gereja, berlangsung dari 11 Oktober 1962 sampai dengan 14 September 1965. Konsili yang dibuka oleh Paus Yohanes XXIII (masa pontifikat 1958-1962) dan ditutup oleh Paus Paulus VI (masa pontifikat 1962-1978) ini melahirkan sejumlah gagasan penting bagi pembaruan kehidupan menggereja di zaman modern, yang dirumuskan dalam 16 dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3 Pernyataan.
Melalui Konsili Vatikan II, Paus Yohanes XXIII bersama para uskup dari seluruh dunia, ingin menempatkan Gereja sesuai dengan zamannya. Agar dengan memperhatikan tanda-tanda zaman, Gereja tetap dapat menjadi garam dan terang, yang menghadirkan kasih Allah kepada siapapun. Gereja ingin menyatukan visi tentang bagaimana pusaka iman diungkapkan dalam konteks situasi masa kini, untuk menyentuh hati manusia zaman sekarang, dan memecahkan masalah-masalahnya yang aktual.
Salah satu buah pemikiran para Uskup tersebut dituangkan dalam Inter Mirifica, yaitu dekrit yang membahas upaya-upaya di bidang kerasulan Komunikasi Sosial dalam dunia modern, yang diterbitkan pada 4 Desember 1963. Melalui Inter Mirifica para uskup ingin mengajak umat manusia untuk menyadari peran positif berbagai sarana komsos untuk menyegarkan hati dan mengembangkan budi, agar harkat kemanusiaannya semakin hari semakin tampak dan semakin berkembang. Selain itu, aneka sarana komunikasi sosial juga dapat dimanfaatkan untuk mewartakan kabar sukacita yang menjadi warisan teragung Kristus, demi keselamatan umat beriman kristiani, bahkan juga demi kemajuan hidup manusia pada umumnya.
Dengan membaca dan merenungkan Inter Mirifica kita disadarkan tentang betapa majunya cara pikir para uskup pada waktu itu. Inter Mirifica menjadi nubuat futuristic bagi perkembangan peradaban manusia. Inter Mirifica telah mengantarkan Gereja ke dunia lain di masa depan, dunia yang sarat dikuasai oleh kecanggihan sarana berkomunikasi, yang bahkan seolah-olah dapat menisbikan dimensi ruang dan waktu dalam pergaulan antar manusia.
Meneropong Masa Depan Komunikasi Dunia
Sulit kita bayangkan, bagaimana para uskup pada waktu itu dapat mencetuskan gagasan yang jauh ke masa depan. Perkembangan teknologi informasi pada waktu itu pun masih biasa-biasa saja. Surat dikirim melalui pos yang diantar langsung oleh kurir. Berkomunikasi jarak jauh masih menggunakan telepon engkol, yang memanfaatkan sambungan kabel berpuluh-puluh ribu kilometer panjangnya. Mesin tik masih berisik berbunyi tak-tik-tik, setiap salah mengetik harus mengulanginya lagi dari awal. Pada waktu itu, kita sudah berbangga ketika menyaksikan radio tabung seukuran kotak sabun mengeluarkan suara, dan menyaksikan gambar bergerak dan bersuara melalui pesawat televisi hitam putih
Inter Mirifica telah mengantar kita untuk menyongsong era baru dalam peradaban manusia, yaitu Era Teknologi Informasi, yang serba instan, serba terbuka, dan serba canggih. Apa yang terjadi di ujung dunia yang satu, dalam waktu hampir bersamaan sudah dapat diketahui oleh ujung dunia yang lain. Bukan hanya suaranya, namun juga gambarnya dalam bentuk dan warna seindah aslinya. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, kelak kita juga dapat merasakan bau atau wanginya.
Memperdayakan Teknologi Informasi Bagi Peradaban
Inter Mirifica merupakan “nubuat kenabian” para uskup yang mendahului perkembangan teknologi informasi itu sendiri. Ia telah hadir sebelum dunia dikejutkan oleh ramalan futuristic para futurolog modern. Sebelum Toffler mengagetkan kita dengan “The Third Wave”-nya. Sebelum ”The Future Shock” sungguh-sungguh menggoncang dan mencengangkan dunia.
Media massa arus utama sudah sejak lama panjang lebar mengulas tentang persiapan CYBER WAR, yang telah diantisipasi oleh negara-negara adidaya, terutama USA (dan sekutu-sekutunya) dan RRT. Konon Pemerintah China juga telah memiliki pasukan spesialis dunia maya, yang dinamai Tentara Biru. Tampaknya, peperangan masa depan bukan melulu di darat, laut, dan udara karena pasti akan merambah “dunia maya”.
Jadi, di masa depan siapapun yang dapat menguasai teknologi informasi, dialah yang akan menguasai dunia beserta seluruh peradabannya. Dialah yang akan lebih cepat memenangkan pertandingan.
Beranikah kita memulainya juga? Sanggupkah kita menyeburkan diri ke dalamnya? Dalam konteks hidup beriman, beranikah kita mewartakan kasih Kristus dengan lebih sungguh, bahkan juga dengan memanfaatkan semua sarana yang dihasilkan oleh perkembangan peradaban manusia modern, termasuk teknologi informasi yang serba canggih itu.
Mewartakan Kebenaran
Hari Minggu Komunikasi Sedunia ke-52 jatuh pada 13 Mei 2018. Tema yang dipilih adalah “Kebenaran Akan Memerdekakan Kamu – Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian” untuk mengajak semua insan komunikasi berkomitmen membendung penyebaran berita palsu, serta mengangkat keluhuran martabat jurnalisme dan tanggung jawab pribadi jurnalis untuk menyampaikan kebenaran. Mengapa? Karena semua informasi sesat itu membahayakan peradaban dan kemanusiaan.
Sebaliknya, apakah jurnalisme sejati (dalam istilah Paus Fransiskus “jurnalisme perdamaian”) hanya diarahkan kepada jurnalisme pemanis rasa? Juga tidak, karena jurnalisme perdamaian adalah jurnalisme yang jujur dan menentang kepalsuan, slogan-slogan retoris, dan topik berita sensasional. Jurnalisme harus melayani semua orang, terlebih lagi mereka, kaum tak bersuara (voice of the voiceless) yang adalah mayoritas di dunia ini. Jurnalisme yang baik memberitakan apa adanya dan memberikan pemahaman mendalam atas situasi yang diberitakan, bahkan baik juga kalau memberikan solusi yang pas bagi penerimanya.
Selamat merayakan Hari Minggu Komsos ke-52.
Agustinus Surianto Himawan