00 Rm Suto 2

85 TAHUN ROMO SUTOPANITRO

PASTOR TENTARA & PENDAMPING PARA TAPOL

Pramudya Ananta Toer mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah…. menulis adalah berkarya untuk keabadian”. Romo Stanislaus Sutopanitro, salah seorang imam perintis “rombongan diosesan” di kalangan imam Keuskupan Agung Jakarta mewujudkan ajakan Pram dengan menerbitkan beberapa buku dari koleksi tulisan-tulisannya di banyak media.

Romo Suto, begitu ia akrab dipanggil, merupakan imam diosesan tertua di Keuskupan Agung Jakarta. Lahir di Klaten, 16 Mei 1934. Ditahbiskan imam di Yogyakarta, 2 Juli 1963. Tugas imamatnya sebagian besar dalam lingkungan ketentaraan sebagai pastor tentara mulai 1963 s.d. 1992. Ia juga cukup lama menjabat wakil Uskup ABRI (kini TNI & Polri), sejak masa Kardinal Yustinus Darmoyuwono (alm) dampai Kardinal Julius Darmaatmadja SJ.

Sebagai imam yang bertugas di kalangan tentara dan polisi ia mendapat gelar pangkat titular, sebagaimana umumnya para pastor yang bertugas di ABRI. Pangkat titular resminya adalah kolonel, namun pada waktu itu rupanya pangkat bisa berubah-ubah (mungkin karena titular) tergantung dari penugasan yang diterimanya. Ketika bertugas ke luar negeri mewakili salah seorang Kepala Staf TNI, konon ia diberi pangkat bintang dua. Hal seperti ini tentu sekarang tidak bisa lagi karena reformasi dalam tubuh ketentaraan sudah dilakukan besar-besaran ketika Jenderal Benny Moerdani menjadi Panglima ABRI.

Tweede Klas Priester dan Pram

Romo Sutopanitro sebagai imam diosesan angkatan awal di Keuskupan Agung Jakarta turut mengalami pahit-getirnya diskriminasi dalam imamat. Sebagai imam praja, imam diosesan, “orang lokal lagi”, ia dianggap berbeda oleh senior-seniornya yang umumnya semua imam biarawan anggota ordo/tarekat imam Internasional dan masih mayoritas para misionaris bule. Rasa senioritas dan superioritas dari sesama rekan imam menjadikan Suto muda sebagai imam kelas dua. “Saya waktu awal menjadi imam, oleh para misionaris Londo di Katedral dianggap sebagai tweede klas priester”, katanya kepada para imam generasi sekarang, yang sudah tidak terlalu merasakan diskriminasi seperti itu.

Ia juga pernah ditugaskan untuk mendampingi para “tahanan politik” yang menjadi korban transisi kekuasaan penuh gonjang-ganjing zaman Orde Lama ke Orde Baru. Berkali-kali ia mengunjungi Pulau Buru untuk mendampingi para tahanan politik yang diasingkan dari keluarga dan komunitasnya. Sebagian besar ditahan tanpa melalui proses peradilan, bahkan banyak juga yang hanya ikut-ikutan karena situasi dan kondisi menariknya untuk ikut serta, tanpa memahami apa makna dan resiko dari keikutsertaannya.

Melalui sebuah lembaga pelayanan sosial bernama Proyek Sosial Kardinal, karena digagas oleh Kardinal Yustinus Darmoyuwono, Romo Suto bersama beberapa penggiat sosial melakukan advokasi dan pendampingan untuk para “tahanan politik” dan keluarganya. Tujuannya adalah kemanusiaan dan keadilan, agar kelompok yang termarjinalkan ini tetap memiliki harkat kemanusiaannya sebagai warga negara yang berhak hidup dan memiliki akses menafkahi hidupnya masing-masing.

20190708_002140
Bersama teman-teman GMY Bogor, saya mengunjungi Pak Pram di rumahnya, di Bojong Gede, Bogor, saat ulang tahunnya yang ke-80, Februari 2005.

Dari Pulau Buru yang sering disambanginya itu, naskah-naskah manuskrip sastrawan besar Pramudya Ananta Toer “diselundupkan”, lalu diterbitkan menjadi 4 karya besar yang dikenal orang sebagai “Tetralogi Pulau Buru”. Sebuah karya sastra besar yang mampu dikerjakan oleh seorang Pram, saat diasingkan dari dunia ramai, menerawang, berimajinasi tentang manusia dan kehidupannya. Di kemudian hari naskah manuskrip ini menjadi buku sastra luar biasa, diterjemahkan dalam puluhan bahasa: Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988). Semuanya diterbitkan oleh Hasta Mitra Beberapa waktu setelah terbit, berubah menjadi “buku tabu’ karena dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung. Setelah era reformasi, Tetralogi Buru dan buku-buku Pram lainnya kembali diterbitkan oleh Penerbit Lentera Dipantara, yang dikelola oleh keluarganya

09 Rm Suto & Pram
Tetralogi Pulau Buru membuktikan kepada dunia bahwa para penguasa hanya sanggup membelenggu badan, namun pikiran tetap bebas melayang ke manapun ia suka untuk melahirkan ide-ide baru. Itulah Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar dunia yang pernah dimiliki Indonesia

Usia Delapan Puluhan

Romo Suto mengisi masa tuanya dalam pelayanan pastoral di Paroki St. Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta Utara, seperti memimpin ekaristi, menerimakan sakramen pengakuan dosa, melayani konsultasi iman & masalah keluarga, mengunjungi umat-umat, mendampingi, serta mengurus Yayasan Esti Bakti yang menyantuni Pendidikan anak-anak kurang mampu, dan yang tidak diabaikannya adalah mengisi hari-harinya dengan doa rutin harian.

Waktu merayakan pesta emas imamatnya, Juli 2013, ia meluncurkan buku “Pesan-Pesan Kurban Ekaristi Hari Minggu dan Hari Raya – Tahun A, B, dan C”, yang diterbitkan oleh OBOR. Romo Simon Lili Tjahjadi, yang kini menjadi Direktur STF Driyarkara, banyak membantu Romo Suto untuk menyeleksi, mengedit dan memperbaiki naskah buku ini.

Ketika merayakan 80 tahun usianya pada tahun 2014, Romo Suto meluncurkan lagi sebuah buku refleksi untuk mengajak umat memahami kehendak Allah. Judulnya “Renungan dan Refleksi tentang 8 Sabda Bahagia & Ajaran Sosial Gereja”. Diterbitkan juga oleh OBOR. Diedit dan disempurnakan naskahnya, juga oleh Romo Simon, yang terbilang sebagai imam generasi tahbisan era 90-an, jauh sangat muda kalau dibandingkan dengan “Simbah” Romo Sutopanitro. Buku ini diluncurkan bertepatan dengan ulang tahun ke-80 pada 16 Mei 2014 di Gereja Santo Yakobus, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Buku-buku lain tentang kumpulan warisan ide-ide pemikiran Romo Suto tentu masih kita nantikan terbitnya, entah kapan, karena menunggu ada editor yang mau mengolahnya dari sekian banyak naskah tulisan-tulisannya di berbagai media.

Tahun ini, Romo Suto merayakan ulang tahunnya yang ke-85. Di hari tuanya, ada masih begitu banyak karya yang ingin dikerjakannya. Ada banyak warisan iman dari seorang imam senior yang kaya pengalaman hidup.

Ad multos annos, Padre Suto..!

Jakarta, 16 Mei 2019

Agustinus Surianto Himawan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s