KOMUNIKASI
Komunikasi adalah “suatu proses di mana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain”. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak (kata Wikipedia)
Seseorang bercerita tentang ironi komunikasi.
Tiga sahabat yang lama tak berjumpa berjanji untuk bertemu di sebuah mal modern. Terjadilah demikian. Mereka bertemu. Lima menit pertama obrolan berjalan lancar. Selanjutnya setiap sekian menit bunyi telepon seluler menyelingi. Salah satu berkata, “Maaf…”, dan menyingkir untuk mendengar seseorang di seberang sana. Disusul orang kedua. Orang ketiga membuka notebooknya, dan mulai sibuk dengan berbagai program yang membuatnya terhubung dengan dunia maya.
Setiap “mendarat” kembali, obrolan disambung dengan “Sampai di mana tadi…? ”. Terus terjadi seperti itu, sampai suatu ketika salah satu berkata, “Maaf saya mendadak harus bertemu seseorang,”disusul orang kedua juga begitu. Orang ketiga tengah asyik sendiri di hadapan komputernya. Pertemuan diakhiri dengan, “Sampai ketemu lagi, kita tetap kontak dengan SMS, mailing list, chatting, facebook ya…!”
Mungkin cerita itu hanya sebuah sinisme. Tapi ada sebuah ironi menyelinap.
Di zaman yang serba canggih, di mana udara dipenuhi gelombang yang memungkinkan kita terhubung dengan orang-orang di seluruh dunia, apakah komunikasi sejati mungkin terjadi? Apakah sarana-sarana modern tersebut membantu orang-orang untuk berelasi secara mendalam atau kadang justru menghambat komunikasi interpersonal yang mendalam? Hampir selalu setiap bicara tentang komunikasi orang berbicara tentang sarana-sarana canggih. Itu semua diinspirasikan oleh sharing almarhum Mgr. Andreas Henrisoesanto SCJ (Uskup Tanjungkarang, 1979-2012).
Hampir terlupakan adalah sarana utama berupa pikiran terbuka yang didorong oleh kerinduan setiap hati akan intimacy, keakraban dan kehangatan persaudaraan untuk membangun karya-karya yang meningkatkan kualitas hidup bersama.
Dan…
apakah ironi seperti itu juga dialami oleh kita semua dalam relasi sehari-hari di keluarga, di komunitas, di kantor, di masyarakat..? Apakah komunikasi menggunakan perangkat canggih semakin memanusiakan kita semua? Semakin mendekatkan dan mengakrabkan? Atau justru semakin menjauhkan?
Jakarta, saat menyongsong Hari Komunikasi Sedunia ke-52 / 2018
Agust Surianto Himawan