SUKSESI APOSTOLIK SEBUAH KEUSKUPAN
Dari Michael Cosmas Angkur ke Paskalis Bruno Syukur

Selasa, 19 November 2013, melalui milis intern para imam, Sekretaris Keuskupan Bogor mengirim undangan kepada para imam untuk merayakan ekaristi bersama Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM di Katedral pada Peringatan St. Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah, Kamis 21 November, pukul 17.00 wib.

Ada apa yah? Mengapa dadakan sekali? Itu pasti pertanyaan normal yang muncul di hati para imam sekeuskupan Bogor, meskipun yang merespon di milis hanya 2-3 orang. Milis ini memang kini menjadi sepi, bahkan nyaris mati, karena lebih banyak romo memanfaatkan BBM Group yang (katanya dianggap) lebih praktis. Pembicaraan di meja makan semua komunitas pastoran nyaris sama, semua mendiskusikan masalah purnatugas Mgr. Michael sebagai Uskup Dioses Bogor, yang telah menggembalakan keuskupan ini sejak ditunjuk oleh Paus Yohanes Paulus II pada 10 Juni 1994 melalui Bulla Dilecto Filio, dan ditahbiskan sebagai uskup oleh Mgr. Leo Soekoto SJ pada 23 Oktober 1994.

Berita tentang ini dalam waktu singkat juga berkembang sampai ke umat, ke mana-mana, dan selama tiga hari itu semua bertanya apa gerangan yang akan terjadi. Sebuah pertanyaan yang wajar karena sejak genap berusia 75 tahun, 4 Januari 2012, Mgr. Michael telah mengajukan pengunduran diri sesuai kanon 401 Kitab Hukum Kanonik. Bahkan dalam rapat Dewan Imam pada akhir Oktober 2013, kepada 12 anggota Dewan Imam, Mgr. Michael memberi sinyal yang pasti tentang proses purnakarya yang hampir tiba ini.

Setelah perayaan misa bersama selesai, Mgr. Michael Angkur berbicara tentang beberapa hal menyangkut Keuskupan Bogor yang digembalakannya selama 19 tahun. Lalu pas waktu yang ditetapkan Tahta Suci untuk boleh diumumkan (21 November 2013 pukul 12.00 waktu Roma, atau pukul 18.00 wib), Mgr. Michael membacakan surat yang diterimanya. Inti surat tersebut, pertama menerima pengunduran diri Mgr. Michael karena alasan usia purnakarya dan kedua, menunjuk Rama Paskalis Bruno Syukur OFM sebagai penggantinya.

Suksesi Apostolik yang Berjalan Cepat

Peristiwa yang diumumkan sore itu merupakan pengulangan peristiwa yang sama 38 tahun yang lalu, ketika Mgr. Nicolaus Johannes Cornelius Geise OFM diterima pengunduran dirinya sebagai Uskup Bogor. Menurut data pada situs Catholic Hierarchy News yang memuat urutan suksesi Apostolik, pada saat yang sama, 30 Januari 1975, Rama Ignatius Harsono ditunjuk sebagai Uskup Bogor menggantikan Mgr. Geise.

Ada banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa begitu cepat, saat dikabulkan purnakarya bersamaan dengan saat penetapan penggantinya, tanpa jeda waktu yang biasanya terjadi di banyak keuskupan di Indonesia, sehingga keuskupan yang bersangkutan untuk sementara waktu dipimpin oleh seorang Administrator Diosesan (yang dipilih oleh Kolegium Konsultor, KHK 421), atau oleh Administrator Apostolik (yang ditunjuk oleh Tahta Suci).

Bogor termasuk keuskupan yang unik. Pusat Keuskupan terletak hanya 60 kilometer di selatan Jakarta, dengan wilayah reksa pastoral membentang dengan batas-batas ke selatan (Samudera Hindia), ke utara (Kabupaten Bekasi & Kodya Jakarta Timur), ke timur (tepi barat Sungai Citarum), dan ke barat (Selat Sunda). Para Jesuit mengawali pelayanan pastoral sampai ke pelosok Cianjur selatan dan Sukabumi selatan. Lalu sebagian wilayah diserahkan kepada para Fransiskan (terbentuklah Prefektur Apostolik Sukabumi pada 1948), dan sebagian kecil lainnya kepada para Fransiskan Conventual.

November 1957 Propaganda Fide menggabungkan Kabupaten Bogor ke dalam Prefektur Apostolik Sukabumi. Beberapa waktu kemudian pusat Prefektur Apostolik ini dipindahkan ke Bogor. Tahta Suci meningkatkan status kanoniknya menjadi Keuskupan Bogor bersamaan dengan pembentukan Hierarki Gereja Katolik di Indonesia tahun 1961.

Para Fransiskan yang mengasuh Keuskupan Bogor mulai mengurangi peranannya mulai tahun 1988, seiring dengan bertambahnya daerah pelayanan ke Timor Timur, dan berkembangnya jumlah imam diosesan. Keuskupan Bogor memiliki dua seminari, yaitu Seminari Menengah Stella Maris (di Bogor) dan Seminari Tinggi Petrus-Paulus di Bandung. Seminari Tinggi yang didirikan pada tahun 1969 ini selama 20 tahun sempat menjadi “semacam seminari inter-diosesan”, yang mendidik para calon imam diosesan dari 12 keuskupan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Mengapa begitu cepat proses suksesi Apostolik di Bogor? Jawaban pasti tentu hanya Tahta Suci yang dapat menjawabnya. Namun sebagai imam yang pernah lebih dari 10 tahun serumah dengan Mgr. Michael, penulis memperhatikan bagaimana beliau jauh-jauh hari menyiapkan kaderisasi, serta mengirim daftar imam episcopabilis (terna) dengan rutin sesuai ketentuan KHK kanon 377. Siapa saja mereka, tentu hanya Mgr. Michael sendiri yang tahu, meskipun para imam dengan beberapa cara sering dimintakan masukan tentang hal ini.

Pengajuan purnakarya yang pas waktu, persiapan “terna” yang panjang dan matang, serta diiringi cukup banyaknya calon episcopabilis tentu akan mempercepat proses suksesi Apostolik. Dari banyak pembicaraan dengan teman-teman imam, awam, dan beberapa Uskup, penulis kerap mendengar kalimat, “wah Bogor bagus yah, banyak calon yang disiapkan”. Dari mana mereka tahu semua itu, mungkin hanya spekulasi, atau memang mereka tahu dari sumber-sumber tertentu.

Seorang Uskup Diangkat dengan Bebas oleh Paus

Mengapa bukan imam diosesan? Itu pertanyaan yang banyak muncul setelah pengumuman suksesi Apostolik di Bogor. Namun pertanyaan lain bisa juga dimunculkan, mengapa harus imam diosesan? Sebuah Gereja Lokal yang bernama Keuskupan akan menjadi indah dan kaya karena keanekaragaman yang ada di dalamnya. Seperti taman bunga, atau dengan meminjam istilah Mgr. Geise, seperti jubah Yusuf yang berwarna-warni (Kej 37). Setiap komponen dalam sebuah Gereja Lokal memiliki kekhasan masing-masing yang kalau dipandang sebagai “berkat”, justru akan memperkaya kehidupan menggereja di dalamnya. Sebaliknya, kalau dipandang sebagai “pesaing” tentu akan membahayakan dan dapat menghancurkan kehidupan menggereja itu sendiri.

Dari berbagai sumber yang sangat dapat dipercayai, proses pengajuan terna ini memang berlangsung panjang dan penuh persiapan matang, bukan ujug-ujug. Dari sekian banyak imam yang episcopabilis itulah diseleksi satu per satu dengan ketat, sampai mengerucut pada beberapa nama saja, yang boleh dikatakan dalam bahasa duniawi, sama kualitasnya. Keputusan akhir berada pada Tahta Suci sendiri, yang dengan bebas memilih dari sedikit nama kandidat yang terunggul itu untuk menjadi Uskup (KHK 377-378).

Sebagai imam dari Keuskupan ini, penulis merasa bangga karena suksesi Apostolik telah berjalan dengan lancar, sehingga tak dibutuhkan lagi masa transisi, atau tahta lowong (sede vacante) yang panjang. Proses persiapan berlangsung tenang, tanpa gonjang-ganjing, jauh dari berbagai intrik, tidak spekulatif. Kerja sama dan keterbukaan antar berbagai pihak sangat mendukung proses suksesi Apostolik ini. Kerja sama artinya semua terarah pada satu tujuan yang sama. Keterbukaan artinya semua pihak memberikan informasi yang fair dan jujur, serta apa adanya tentang setiap calon yang diajukan.

Mgr. Michael bukan hanya terlah berhasil membangun keuskupan ini dari kondisi “sangat seadanya” menjadi sebuah keuskupan yang “sangat mandiri” (baik dalam hal keuangan, keorganisasian, reksa pastoral, maupun tenaga imam) tetapi juga telah mewariskan sebuah tradisi suksesi Apostolik yang indah, mulus, dan baik.
Kiranya semua ini bisa menjadi bahan refleksi kita dalam membangun kehidupan menggereja yang kokoh kuat, beriman mendalam; Gereja yang misioner namun berakar dalam tradisi yang panjang, berkesinambungan, serta dijaga dengan baik, yang dimulai dari para Rasul, lalu dilanjutkan oleh para penggantinya dalam sebuah rangkaian suksesi Apostolik.

Agustinus Surianto Himawan
Direktur OBOR

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s