50 TAHUN PAROKI SUKASARI  & 22 TAHUN BERITA PAROKI

Tema yang dipilih untuk perayaan ini adalah “Mewartakan Kasih & Mengembangkan Iman Umat”. Ketika 50 tahun yang lalu pimpinan Keuskupan Bogor membelah reksa pastoral di kota Bogor menjadi dua paroki, yaitu Katedral di bagian utara, dan Sukasari di bagian selatan, tentu belum terbayangkan bagaimana paroki ini akan berkembang. Garis batasnya juga amat sederhana, yaitu aliran sungai Ciliwung.

Keputusan telah diambil oleh para pemimpin Gereja Keuskupan Bogor setengah abad yang lalu. Telah menjadi sejarah. Apakah reksa pastoral paroki baru ini ditandai dengan mulai digunakannya kompleks Siliwangi 50, atau sudah berlangsung sejak Kapel Bondongan menjadi semacam pusat pastoral awal? Apa alasan pemecahan ini juga tak diketahui sampai saat ini karena tak ada satu dokumen tertulis yang menjelaskan tentang hal ini. Yang kita ketahui hanya “katanya”, “kata orang”, dan “konon kabarnya”.

Pengarsipan secara tertulis nampaknya menjadi kelemahan di hampir semua lembaga, termasuk dalam lingkungan gereja Katolik di Indonesia. Padahal tanpa arsip tertulis kita tak mungkin menemukan kebenaran yang sejati atas setiap peristiwa sejarah yang sudah terjadi di masa yang lalu.

Saat kuliah tahun-tahun terakhir di Seminari Tinggi, seorang dosen pembimbing menasihati dan mengharuskan setiap imam (apalagi yang memimpin lembaga) untuk selalu membuat Buku Kronik Paroki agar segala data dapat tersimpan secara tertulis. Buku Kronik ini akan melengkapi dokumentasi berupa buku baptis, buku krisma, buku komuni pertama, buku kematian, dan aneka arsip surat-menyurat yang berlangsung di paroki yang bersangkutan.

Saya bergabung dalam karya pastoral di sini mulai sejak Selasa, 14 Februari 1989, sampai dinon-aktifkan oleh Vikjen Keuskupan Bogor, yang merangkap Pastor Paroki Sukasari, pada Selasa, 13 April 1993. Saya masih ingat saat tiba di pastoran ini malam hari di hanya ada Pater J.W.M. Demmers OFM yang sedang makan malam di ruang makan lantai bawah.

Sebagai pastor muda yang masih idealis pasti membayangkan pengelolaan karya pastoral harus seindah apa yang dipelajari saat kuliah di Seminari Tinggi. Apa yang kurang, ingin segera dilengkapi. Apa yang belum ada, ingin segera juga diadakan. Orang muda yang masih penuh idealisme tentu akan menguntungkan para senior yang mampu memberdayakannya dengan baik. Namun pada sisi lain, orang muda yang seperti itu seringkali bisa menjengkelkan seniornya yang tak mampu melihatnya dalam terang semangat kemudaan yang diwarnai idealisme.

Berita Umat Menjadi Berita Paroki

Sebagai imam yang berasal dari keluarga Katolik dan aktivis di Bogor saya tentu tahu banyak perkembangan Gereja Katolik di sini. Hal-hal yang menjadi perhatian saya pada awal berpastoral di Sukasari adalah misdinar, mudika, kosongnya bangku gereja saat misa mingguan, dan majalah paroki sebagai media komunikasi iman umat. Maka kunjungan ke rumah-rumah umat saya giatkan untuk bersilaturahmi dan mengundang mereka untuk ambil bagian dalam kebersamaan menggereja. Puji Tuhan semua hal itu bisa terwujud dalam waktu yang tak terlalu lama.

Bagaimana dengan kehadiran majalah paroki sebagai media komunikasi antar umat? Ini bukan persoalan yang mudah karena membutuhkan kemauan yang kuat, serta waktu, tenaga, dan dana yang memadai untuk memulainya. Namun saya merasa memiliki modal dasar untuk memulainya, sekurang-kurangnya sejak kecil saya hobi menulis dan mengirimkan tulisan ke berbagai media. Sebelum masuk Seminari Tinggi, saat masih kuliah di Unpar, saya pernah terlibat dalam Pendidikan Pers Mahasiswa dan cukup aktif menulis. Di Pemuda Katolik bersama beberapa teman kami menghidupkan dan mengelola majalah IUVENTUS.

Paroki Sukasari sudah lama tak memiliki media komunikasi. Pada dasawarsa tujuh puluhan ada BERITA UMAT yang dikelola bersama oleh Paroki Katedral dan Paroki Sukasari. Ini berjalan dengan lancar ketika Bruder Tethard BM dan beberapa umat mengelolanya dengan setia. Saat Frater Cyprianus Aoer OFM berpastoral di Katedral, beberapa penulis remaja di Bogor dikumpulkan untuk sekedar pembinaan sederhana. Saya masih ingat, waktu itu selain saya yang aktif menulis di Berita Umat, ada juga Willy Adam, Paula Hegelund, Shirley Simatupang, dan lain-lain.

Sekitar pertengahan delapan puluhan BERITA UMAT diceraikan oleh Paroki Sukasari karena kebijaksanaan pimpinan paroki yang ingin menghidupkan MEKAR (Media Komunikasi Antar Paroki). MEKAR terbit dengan suplemen kegiatan paroki yang ditempelkan pada bagian tengahnya. MEKAR lahir untuk menggantikan SADAYANA NGAHIJI sebagai majalah Keuskupan Bogor yang mati suri. Namun MEKAR yang baru lahir ini tak bertahan lama karena ia segera menguncup kembali.

Dengan dukungan Dewan Paroki, saya dan Ibu Conny Susanto mengusulkan untuk menerbitkan kembali majalah paroki. Setelah pertimbangan panjang akhirnya pada bulan Juni 1991 lahirlah BERITA PAROKI sebagai media komunikasi iman umat di sini. Ibu Conny Susanto dan Pak JB Susanto adalah umat yang paling gigih bekerja keras untuk membuat majalah ini setia terbit setiap bulan, dengan jatuh bangun, melewati kurun waktu yang panjang. Selain itu masih ada beberapa orang muda yang membantu, antara lain Peter Suryadi, Rosita “Okky” Iskandarsyah, Wahyudi, Chyntia, Yuliasih, dan lain-lain yang saya lupa namanya.

Semangat Reformasi Melalui Berita Paroki

Edisi BERITA PAROKI paling monumental adalah Nomor 11, Tahun II, April 1993, yang memuat dua surat pembaca yang dikirim oleh umat paroki Sukasari. Hal ini amat menyedihkan dan menyakitkan, namun kini dalam terang iman kita lihat sebagai rencana Allah untuk melakukan reformasi di dalam Gereja Keuskupan Bogor, dan Gereja Paroki Sukasari pada khususnya, yang harus terus berkembang mengikuti semangat Konsili Vatikan II. Menjadi Gereja Umat yang penuh keterbukaan. Menjadi communion of communities, communio dari aneka komunitas basis yang beriman mendalam. Menjadi Gereja yang kredibel, akuntabel, dan transparan dalam mengelola harta bendanya.

Kehadiran BERITA PAROKI yang ajeg tanpa henti selama 22 tahun dapat menjadi saksi sejarah pertumbuhan iman dan pergulatan hidup umat Paroki Sukasari. Dan, dokumen tertulis peristiwa iman yang dimuat di dalamnya tentu sekaligus dapat menjadi buku kronik paroki yang bernilai sejarah.

Mari, jangan biarkan sejarah pertumbuhan iman umat Sukasari hilang ditelan zaman dan terhapus dari ingatan kita masing-masing. Kita abadikan dalam bentuk tulisan melalui BERITA PAROKI, entah berupa majalah cetak, entah berupa majalah digital.

Selamat berpesta emas…!

Jakarta, 16 Mei 2013

Agustinus Surianto Himawan (Direktur OBOR)

CATATAN:

Naskah ini pernah diterbitkan oleh “Panitia 50 Tahun Paroki Sukasari”. Tapi sayangnya naskah dipotong seenaknya sehingga out of context dan menghilangkan bagian penting dari informasi sejarah yang seharusnya “apa adanya”, berubah menjadi “apa yang dimaui”.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s